6. Tidak terikat oleh adat istiadat atau lebih fleksibel
7. Tema ceritanya rasional
8. Proses perkembangannya dinamis, yaitu melalui media cetak dan audiovisual
9. Tidak terikat dengan kaidah buku dan menggunakan bahasa yang lebih bebas
10. Mencantumkan nama pengarangnya
11. Berhubungan dengan kondisi social masyarakat.
Teeuw (1984: 110-113) juga mencatat pendapat beberapa pakar yang mempermasalahkan dinamika jenis sastra, sebagai berikut :
· Menurut Culler, pada asasnya fungsi konvensi jenis sastra ialah mengadakan perjanjian antara penulis dan pembaca, agar terpenuhi harapan tertentu yang relevan, dan dengan demikian dimungkinkan sekaligus penyesuaian dengan dan penyimpangan dari ragam keterpahaman yang telah diterima.
· Menurut Todorov, batasan jenis sastra oleh karena itu merupakan suatu kian kemari yang terus menerus antara deskripsi fakta-fakta dan abstraksi teori. setiap karya agung, per definisi,
menciptakan jenis sastranya sendiri. Setiap karya agung menetapkan terwujudnya dua jenis, kenyataan dan norma, norma jenis yang dilampauinya yang menguasai sastra sebelumnya, dan norma jenis yang diciptakannya.
· Menurut Claudio Guillen, jenis sastra adalah undangan atau tantangan untuk melahirkan wujud. Konsep jenis memandang ke depan dan ke belakang sekaligus. Ke belakang ke karya sastra yang sudah ada dan ke depan ke calon penulis.
· Demikian juga menurut Hans Robert Jausz, bahwa jenis sastra per definisi tidak bisa hidup untuk selamanya, karya agung justru melampaui batas konvensi yang berlaku dan membuka kemungkinan baru untuk perkembangan jenis sastra. Jenis sastra bukanlah sistem yang beku, kaku, tetapi berubah terus, luwes dan lincah. Peneliti sastra harus mengikuti perkembangan itu dalam penelitiannya. Teeuw menambahkan bahwa dalam penelitian sistem jenis sastra, tidak ada garis pemisah yang jelas antara pendekatan diakronik dan sinkronik: karya sastra selalu
berada dalam ketegangan dengan karya-karya yang diciptakan sebelumnya.
Asia Padmopuspito (1991: 2) mengutip beberapa definisi genre sastra dari beberapa pakar sastra, antara lain sebagai berikut :
· Menurut Shipley, genre adalah jenis atau kelas yang di dalamnya termasuk karya sastra. Hasry.
Shaw menyatakan bahwa genre adalah kategori atau kelas usaha seni yang memiliki bentuk,
teknik atau isi khusus. Di antara genre dalam sastra termasuk novel, cerita pendek, esai, epik.
· Menurut Hirsch, cara terbaik untuk mendefinisikan genre ialah dengan melukiskan unsur-unsur di dalam kelompok teks sempit yang mempunyai hubungan sejarah secara langsung.
D. Contoh-contoh Teks Sastra Modern
(a). Roman
Roman pada angkatan 33 ini banyak menggunakan bahasa individual, pengarang membiarkan pembaca mengambil simpulan sendiri, pelaku-pelaku hidup/ bergerak, pembaca seolah-olah diseret ke dalam suasana pikiran pelaku- pelakunya, mengutamakan jalan pikiran dan kehidupan pelaku-pelakunya. Dengan kata lain, hampir semua buku roman angkatan ini mengutamakan psikologi.
Isi roman angkatan ini tentang segala persoalan yang menjadi cita-cita sesuai dengan semangat kebangunan bangsa Indonesia pada waktu itu, seperti politik, ekonomi, sosial, filsafat, agama, kebudayaan.Di sisi lain, corak lukisannya bersifat romantis idealistis.
Contoh roman pada angkatan ini, yaitu Belenggu karya Armyn Pane (1940) dan Layar Terkembang karya Sutan Takdir Alisyahbana. Di samping itu, ada karya roman lainnya, diantaranya Hulubalang Raja (Nur Sutan Iskandar, 1934), Katak Hendak Menjadi Lembu (Nur Sutan Iskandar, 1935), Kehilangan Mestika(Hamidah, 1935), Ni Rawit (I Gusti Nyoman, 1935), Sukreni Gadis Bali (Panji Tisna, 1935), Di Bawah Lindungan Kabah (Hamka, 1936), I Swasta Setahun diBendahulu (I Gusti Nyoman dan Panji Tisna, 1938), Andang Teruna (Soetomo Djauhar Arifin, 1941), Pahlawan Minahasa (M.R.Dajoh, 1941).
(b). Novel/ Cerpen
Kalangan Pujangga Baru (angkatan 33) tidak banyak menghasilkan novel/cerpen.
Beberapa pengarang tersebut, antara lain:
(1). Armyn Pane dengan cerpennya Barang Tiada Berharga dan Lupa.
Cerpen itu dikumpulkan dalam kumpulan cerpennya yang berjudul Kisah Antara Manusia (1953).
(2). Sutan Takdir Alisyahbana dengan cerpennya Panji Pustaka.
(c). Essay dan Kritik
Sesuai dengan persatuan dan timbulnya kesadaran nasional, maka essay pada masa angkatan ini mengupas soal bahasa, kesusastraan, kebudayaan, pengaruh barat, soal-soal masyarakat umumnya.Semua itu menuju keindonesiaan. Essayist yang paling produktif di kalangan Pujangga Baru adalah STA.Selain itu, pengarang essay lainnya adalah Sanusi Pane dengan essai Persatuan Indonesia, Armyn Pane dengan essai Mengapa Pengarang Modern Suka Mematikan, Sutan Syahrir dengan essai Kesusasteraan dengan Rakyat, Dr. M. Amir dengan essai Sampai di Mana Kemajuan Kita.
(d). Drama
Angkatan 33 menghasilkan drama berdasarkan kejadian yang menunjukkan kebesaran dalam sejarah Indonesia. Hal ini merupakan perwujudan tentang anjuran mempelajari sejarah kebudayaan dan bahasa sendiri untuk menanam rasa kebangsaan. Drama angkatan 33 ini mengandung semangat romantik dan idealisme, lari dari realita kehidupan masa penjjahan tapi bercita-cita hendak melahirkan yang baru.
Contoh:
Sandhyakala ning Majapahit karya Sanusi Pane (1933)
Ken Arok dan Ken Dedes karya Moh. Yamin (1934)
Nyai Lenggang Kencana karya Arymne Pane (1936)
Lukisan Masa karya Arymne Pane (1937)
Manusia Baru karya Sanusi Pane (1940)
Airlangga karya Moh. Yamin (1943)
(e). Puisi
Isi puisi angkatan 33 ini lebih memancarkan peranan kebangsaan, cinta kepada tanah air, antikolonialis, dan kesadaran nasional. Akan tetapi, bagaimanapun usahanya untuk bebas, ternyata dalam puisi angkatan ini masih terikat jumlah baris tiap bait dan nama puisinya berdasarkan jumlah baris tiap baitnya, seperti distichon (2 seuntai), terzina (3 seuntai), kwatryn (4 seuntai), quint (5 seuntai), sektet (6 seuntai), septima (7 seuntai), oktav (8 seuntai). Bahkan, ada juga yang gemar dalam bentuk soneta. Hal tersebut tampak dalam kumpulan sanjak:
Puspa Mega karya Sanusi Pane
Madah Kelana karya Sanusi Pane
Tebaran Mega karya STA
Buah Rindu karya Amir Hamzah
Nyanyi Sunyi karya Amir Hamzah
Percikan Pemenungan karya Rustam effendi
Rindu Dendam karya J.E. Tatengkeng
Tokoh yang terkenal sebagai raja penyair Pujangga Baru dan Penyair Islam adalah Amir Hamzah. Kumpulan sanjaknya adalah Buah Rindu, Nyanyi Sunyi, dan Setanggi Timur.
E. Situasi Bahasa Genre Sastra Modern
Situasi Bahasa Genre Sastra Modern bukan tidak ada akibatnya untuk penelitian teori sastra. Para ahli teori barat makin tertarik pada pembaharuan dan penyimpangan. Akibatnya teori harus disesuaikan dengan sistem sastra itu.
Definisi sastra itu sendiri makin banyak didiskusikan dan diperjuangkan, sebab tidak jelasnya batasan antara sastra dan bukan sastra. Mutu keindahan yang di masa lampau kelihatannya sudah cukup tegas sekarang sudah menjadi terlalu subjektif jika ingin dikenakan pada sastra modern.
Apakah puisi ini sajak yang baik? Seandainya terdapat dalam kumpulan sajak terpaksa kita sebagai pembaca bersedia untuk menafsirkannya dan memahaminya sebagai sajak untuk mengetahui ciri kesastraannya. Kebetulan kutipan ini merupakan berita singkat dari Kedaultan Rakyat (26.11.1977), tetapi penulisannya sebagai sajak sudah cukup dalam kebudayaan tulisan kita untuk mendorong si pembaca untuk membacanya sebagai sajak, dengan memakai kemampuan konvensi.
Sikap dan pendekatan ahli sastra yang semacam itu sudah tentu ada baiknya. Situasi itu berarti bahwa ahli sastra tidak perlu lagi bekerja dengan peralatan teori yang ketinggalan zaman, yang hanya cocok untuk sastra masa lampau, yang tidak berharga lagi bagi sastra kontemporer.
Teori perombakan teori lama berdasarkan penelitian sastra sezaman ini juga ada akibatnya yang kurang memuaskan. Pertama-tama kita ingat masalah sastra kontemporer yang tidak bersifat merombak, walaupun soal itu hanya dapat disinggung sepintas lalu.
Dapatkah atau haruskah kita katakan bahwa prosa Umar Kayam atau N.H. Dini tidak bernilai karena tidak merombak sistem sastra konvensional? Kita anggap konsekuensi itu tidak mungkin. Dalam masyarakat yang pluriform rupa-rupanya mungkinlah untuk menciptakan sastra yang pluriform pula, yang nilainya tidak hanya ditentukan oleh perombaknya. Tetapi dalam konteks sastra modern para pembaharu atau para perombaklah yang menarik minat besar dari para ahli teori sastra dan pengeritik sastra yang juga cukup maju orientasinya.
Situasi ini jelas sudah terdapat juga di Indonesia. Tetapi kritik sastra yang diperlukan dalam masyarakat semacam ini juga tidak pluriform, walaupun untuk seorang kritikus individual mungkin sekali sukarlah untuk menilai secara perbandingan antara sajak Sutardji dengan sajak Kuntowijoyo, atau roman Iwan Simatupang dengan roman Wildan Yatim, atau drama Mochtar Lubis dengan drama Ikanegara.
III. Penutup
Seperti yang telah di jelaskan di atas dapat di ambil kesimpulan bahwa Sastra merupakan hasil cipta atau karya manusia yang dapat dituangkan melalui ekspresi yang berupa tulisan yang menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Sastra modern sering juga disebut dengan sastra baru, adalah sastra yang muncul dan berkembang setelah masa sastra lama.
Menurut Culler, pada asasnya fungsi konvensi jenis sastra ialah mengadakan perjanjian antara penulis dan pembaca, agar terpenuhi harapan tertentu yang relevan, dan dengan demikian dimungkinkan sekaligus penyesuaian dengan dan penyimpangan dari ragam keterpahaman yang telah diterima. Contoh contoh sastra modern diantaranya yaitu roman, novel/cerpen, essai, drama, dan pusisi.
Definisi sastra itu sendiri makin banyak didiskusikan dan diperjuangkan, sebab tidak jelasnya batasan antara sastra dan bukan sastra.
IV. DAFTAR PUSTAKA
Junti, Rudi. 2020. "Jenis-jenis (Genre) Sastra". Makalah
Adeiman. 2016. Pengertian dan Genre Sastra.
https://siposter.blogspot.com/2016/10/pengertian-dan-genre-sastra.html?m=1
Diakses pada Selasa 21 September 2021 pukul 13.20 WIB
Akidah, Siri Nur. 2016. "Karya Sastra Modern dan Karya Sastra Klasik", http://sitinurakidah311.blogspot.com/2016/03/karya-sastra-modern-dan-klasik.html?m=1, diakses pada 18 September 2021 pukul 14.25
Setiawan Zhyioza, Rudi. 2015. Sastra Modern. https://karyatulissekolah.blogspot.com/2015/01/sastra-modern.html?m=1
Diakses pada 21 September 2021 pukul 13.32 WIB.
Halim. 2020. Sastra Indonesia. https://halim436.wordpress.com/tag/sastra-modern-angkatan-20/
Diakses pada 21 September 2021. Pukul 13.34.
Komentar
Posting Komentar