Interpretasi Sastra
𝔏𝔞𝔭𝔬𝔯𝔞𝔫 𝔅𝔞𝔠𝔞𝔞𝔫 𝔓𝔢𝔫𝔤𝔞𝔫𝔱𝔞𝔯 𝔓𝔢𝔫𝔤𝔨𝔞𝔧𝔦𝔞𝔫 𝔨𝔢𝔰𝔲𝔰𝔞𝔰𝔱𝔯𝔞𝔞𝔫 (13)
𝔒𝔩𝔢𝔥 :
• 𝔑𝔞𝔪𝔞 : 𝔄𝔪𝔢𝔩𝔦𝔞 𝔜𝔲𝔫𝔦𝔷𝔞 𝔓𝔲𝔱𝔯𝔦
• 𝔑ℑ𝔐 : 21016057
• 𝔇𝔬𝔰𝔢𝔫 𝔓𝔢𝔫𝔤𝔞𝔪𝔭𝔲 : 𝔇𝔯. 𝔄𝔟𝔡𝔲𝔯𝔯𝔞𝔥𝔪𝔞𝔫, 𝔐.𝔓𝔡
I. PENDAHULUAN
Kajian sastra berkaitan dengan suatu aktivitas yakni interpretasi (penafsiran). Kegiatan apresiasi sastra dan kritik sastra, pada awal dan akhirnya, bersangkutpaut dengan karya sastra yang harus diinterpreatasi dan dimaknai. Semua kegiatan kajian sastra terutama dalam prosesnya pasti melibatkan peranan konsep hermeneutika. Oleh karena itu, hermeneutika menjadi hal yang prinsip dan tidak mungkin diabaikan. Atas dasar itulah hermeneutika perlu diperbincangkan secara komprehensif guna memperleh pemahaman yang memadai.
Dalam hubungan ini, mula-mula perlu disadari bahwa interpretasi dan pemaknaan tidak diarahkan pada suatu proses yang hanya menyentuh permukaan karya sastra, tetapi yang mampu "menembus kedalaman makna" yang terkandung di dalamnya. Untuk itu, interpreter (si penafsir) mesti memiliki wawasan bahasa, sastra, dan budaya yang cukup luas dan mendalam.
Berhasil-tidaknya interpreter untuk mencapai taraf interpretasi yang optimal, sangat bergantung pada kecermatan dan ketajaman interpreter itu sendiri. Selain itu, tentu saja dibutuhkan metode pemahaman yang memadai; metode pemahaman yang mendukung merupakan satu syarat yang harus dimiliki interpreter. Dari beberapa alternatif yang ditawarkan para ahli sastra dalam memahami karya sastra, metode pemahaman hermeneutika dapat dipandang sebagai metode yang paling memadai.
II. PEMBAHASAN
a. Hakikat interpretasi terhadap karya sastra
Interpretasi teks sastra adalah cara membaca dan menjelaskan teks yang lebih sistematis dan lengkap. Tidak ada batasan yang jelas antara membaca dan menginterpretasikan sebuah teks. Bahkan seorang kretikus dan ahli sastra yang satu dengan yang lain seringkali menginterpretasikan sebuah teks dengan cara yang amat berbeda. Bahwa perbedaan yang timbul tersebut dapat didiskusikan. Pada dasarnya perbedaan interpretasi suatu teks sastra tersebut terjadi disebabkan oleh sifat teks sastra, perbedaan yang besar antar pembaca, dan cara pergaulan sastra dalam masyarakat.
Hubungan terpenting adalah penanganan bahan dalam teks sastra dan hubungan khusus antara teks sastra dan dunia nyata. Suatu teks sastra seringkali menarik perhatian karena di dalamnya terdapat banyak kiasan dan susunannya yang tidak lazim. Kiasan dan susunan tersebut terkadang membuat sebuah teks sastra menjadi bermakna ganda atau ambigu, sehingga membawa pembaca kepada interprestasi yang berbeda-beda. Pada umumnya menginterpretasikan puisi lebih rumit daripada menginterpretasikan roman.
Adanya hubungan yang khusus antara teks sastra dengan dunia nyata, menjadikan sebuah teks sastra akan lebih terbuka dan menghadapkan pembaca kepada masalah-masalah dalam interpretasi. Kemungkinan untuk mengenal dan menginterpretasikan kenyataan yang direka berbeda menurut ragam dan menurut periode. Dalam cerita dan roman realistik, kemungkinan tersebut lebih besar dibandingkan dalam teks-teks modernistik atau pasca modernistik. Sedangkan kebanyakan dalam cerita kisahan dapat diinterpretasikan secara relatif bermakna tunggal, namun hubungan antara peristiwa dan tokoh tidak selalu mudah ditentukan sehingga menyebabkan perbedaan interpretasi.
Dalam kekhususan atau keistimewaan suatu teks sastra, cerita rekaan, anekdot, atau mitos sering kali ditemukan suatu makna yang lebih umum. Teks ingin mengatakan lebih daripada apa yang diungkapkan secara langsung. Makna yang lebih umum tidak sama bagi semua orang. Langkah dari yang khusus ke yang umum tidak terjadi dengan sendirinya, tetapi menuntut pilihan tertentu. Pembaca memiliki kebebsab tertentu dalam penentuan makna umum atau makna sebenarnya, yang juga disebut makna tematik. Pembaca juga dapat memberi makna lain dari niatan pengarang kepada teks. Misalnya, interpretasi feministis tertentu, sedangkan interpretasi psikoanalistis sengaja melakukan hal tersebut.
Sehingga, selain sifat-sifat teks itu sendiri, perbedaan interpretasi dapat juga bersumber pada perbedaan antar pembaca. Perbedaan antar pembaca secara perorangan tidak dapat digambarkan dengan istilah umum karena banyaknya kemungkinan variasi dalam hal umum, pengetahuan, minat, dan latar belakang. Perbedaan antar kelompok dapat digambarkan secara sistematis, dengan bertolak dari perbedaan dalam hal pendidikan, lapisan masyarakat, agama, atau gender.
Pembaca akan menginterpretasikan sebuah teks dengan cara berbeda-beda, terutama karena perbedaan latar belakang pengetahuan sastra dan pengalaman kesastraannya. Dalam hal pengalaman, pembaca yang berpengalaman tidak akan terlalu mendapat kesulitan dalam membaca suatu teks. Sedangkan perbedaan dalam pengetahuan latar belakang antara lain mengenai kode dan konvensi.
b. Hal-hal yang mempengaruhi interpretasi terhadap karya sastra
1. Pembaca memiliki kebebasan tertentu dalam penentuan makna umum yang juga disebut makna temati
2. Perbedaan antarpembaca secara individu karena banyakanya kemungkinan variasi yang terjadi dalam hal umum, minat, pengetahuan, dan latar belakang
3. Perbedaan antarpembaca secara kelompok dapat digambarkan secara sistematis, dengan bertolak belakang dari perbedaan dalam hal pendidikan, lapisan masyarakat, agama, atau jenis kelamin.
c. Hakikat evaluasi terhadap karya sastra
Berbicara tentang teks sastra adalah berbicara tentang tanda. Kenapa demikian, karena teks sastra merupakan bentuk komunikasi sastrawan dengan kata-kata bersayap. Karena itu, pemerhati sastra harus terlebih dahulu menguasai semiotika. Semiotik adalah suatu disiplin ilmu yang menyelidiki semua bentuk komunikasi yang terjadi dengan sarana sign ’tanda-tanda’ dan berdasarkan pada sign system ’ sistem tanda’ .
Dalam kajian antropologi, mayoritas manusia sebenarnya berkomunikasi dengan tanda. Karena bahasa itu sendiri adalah simbol. Hanya saja ada bahasa yang langsung dapat dipahami dan ada pula yang sulit. Sastrawan lebih banyak menggunakan bahasa yang sulit dipahami, karena itu dianggap sebagai seni dalam berkata-kata.
Dengan demikian, penilaian sastra adalah cara untuk membaca dan menafsirkan tanda. Meskipun demikian, penilaian teks sastra tidak boleh disampaikan serampangan, karena sastrawan memiliki tujuan dan maksud tertentu dalam karyanya. Dalam konteks ilmu pengetahuan, diperlukan metode khusus untuk menilai karya sastra yang salah satunya ditujukan untuk mengetahui makna dan maksud dari teks sastra.
d. Ragam evaluasi terhadap karya
Hermeneutika Tradisional
Hermeneutika tradisional biasa disebut hermeneutika “romantik” dirintis
oleh Friedrich Schleiermacher, kemudian dilanjutkan Wilhelm Dilthey. Mereka
berpandangan bahwa verstehen (pemahaman) adalah proses mental dan
pemikiran yang aktif, merespons pesan dari pikiran yang lain dengan bentukbentuk yang berisikan makna tertentu Pada konteks ini dapat diketahui bahwa
dalam menafsirkan teks, Schleiermacher lebih menekankan pada “pemahaman
pengalaman pengarang” atau bersifat psikologis, sedangkan Dilthey menekankan
pada “ekspresi kehidupan batin” atau makna peristiwa-peristiwa sejarah
(Lefevere, 1997: 47). Apabila dicermati, keduanya dapat dikatakan memahami
hermeneutika sebagai penafsiran reproduktif. Namun, pandangan mereka ini
diragukan oleh Lefevere (1977) karena dipandang sangat sulit dimengerti
bagaimana proses ini dapat diuji secara intersubjektif. Keraguannya ini agaknya
didukung oleh pandangan Valdes (1987: 58) yang menganggap proses seperti itu
serupa dengan teori histori yang didasarkan pada penjelasan teks menurut konteks
pada waktu teks tersebut disusun dengan tujuan mendapatkan pemahaman yang
definitif.
Hermeneutika Dialektik
Varian hermeneutika dialektik ini sebenarnya dirumuskan oleh Karl Otto
Apel (dalam Lefevere, 1977: 49). Ia mendefinisikan verstehen tingkah laku
manusia sebagai suatu yang dipertentangkan dengan penjelasan berbagai kejadian
alam. Apel mengatakan bahwa interpretasi tingkah laku harus dapat dipahami dan
diverifikasi secara intersubjektif dalam konteks kehidupan yang merupakan
permainan bahasa.
Sehubungan dengan hal itu, lebih jauh Lefevere (1977: 49) menilai bahwa
secara keseluruhan hermeneutika dialektik yang dirumuskan Apel sebenarnya
cenderung mengintegrasikan berbagai komponen yang tidak berhubungan dengan
hermeneutika itu sendiri secara tradisional. Apel tampakanya mencoba
memadukan antara penjelasan (erklaren) dan pemahaman (verstehen); keduanya
harus saling mengimplikasikan dan melengkapi satu sama lain. Ia menyatakan
bahwa tidak seorang pun dapat memahami (verstehen) sesuatu tanpa pengetahuan
faktual secara potensial.
Hermeneutika Ontologis
Varian yang terakhir adalah hermeneutika ontologis. Aliran hermeneutika
ini digagas oleh Hans-Georg Gadamer. Gadamer ( dalam Lefevere, 1977: 50)
mengatakan bahwa semua yang membutuhkan penetapan dan pemahaman dalam
suatu percakapan memerlukan hermeneutika. Begitu pun ketika dilakukan
pemahaman terhadap teks sastra. Dalam mengemukakan deskripsinya, ia bertolak
dari pemikiran filosof Martin Heidegger. Gadamer tidak lagi memandang konsep
verstehen sebagai konsep metodologis, melainkan memandang verstehen sebagai
pemahaman yang mengarah pada tingkat ontologis. Dalam hal ini, Gadamer
menolak konsep hemeneutika sebagai metode. Kendatipun menurutnya
hermeneutika adalah pemahaman, dia tidak menyatakan bahwa pemahaman itu
bersifat metodis.
III. PENUTUP
Sebuah interpretasi dalam teks sastra bukanlah merupakan interpretasi yang bersifat definitif, melainkan perlu dilakukan terus-menerus, karena interpretasi terhadap teks itu sebenarnya tidak pernah tuntas dan selesai. Dengan demikian, setiap teks sastra senantiasa terbuka untuk diinterpretasi terus-menerus. Proses pemahaman dan interpretasi teks bukanlah merupakan suatu upaya menghidupkan kembali atau reproduksi, melainkan upaya rekreatif dan produktif. Konsekuensinya, maka peran subjek sangat menentukan dalam interpretasi teks sebagai pemberi makna. Oleh karena itu, kiranya penting menyadari bahwa interpreter harus dapat membawa aktualitas kehidupannya sendiri secara intim menurut pesan yang dimunculkan oleh objek tersebut kepadanya.
IV. DAFTAR PUSTAKA
Adicita. 2021. "Evaluasi Teks Sastra". http://m.adicita.com/resensi/713-Evaluasi-Teks-Sastra. Diakses pada 16 November 2021.
Simega, Marthin. 2013. Hermeneutika Sebagai Interpretasi Makna Dalam Kajian Sastra. Jurnal Keguruan dan Ilmu Pendidikan Vol.2 No.1, Toraja: Universitas Kristen Indonesia.
Asmana, Abi. Tanpa Tahun. "Interpretasi Teks Sastra". https://legalstudies71.blogspot.com/2016/11/interpretasi-teks-sastra.html. Diakses pada 16 November 2021.
Manuaba, Putera. 2001. Hermeneutika Dan Interpretasi Sastra" .FSU
in the Limelight vol. 8, No.1.
Komentar
Posting Komentar